#Chapter 3- Keheningan Logika

Pada masa yang ku sebut sesal
Didepanku ada cermin,
menatap mata yang sama
Berkeliling mengetuk akal dan menimbulkan tanya.
Mengapa?
Sudah tahu buntu, tetap saja berjalan.
Bersahabat dengan sebuah perandaian
Dan waktu enggan memberi kesempatan
Bagai daun gugur yang tak dapat kembali hijau
Bagai nasi yang sudah menjadi bubur
Mengapa ia tak bergerak saat itu?
Membungkam, tak memberi cahaya?
Membuntu pada sebuah jalan pikiran.
Berakhir tak berkesempatan
Bodohnya, melampaui manusia di bawah rata-rata. Anehnya, jera itu datang di akhir cerita. Dan terus berjalan walau buntu dalam pencapaiannya.

-hp∆-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

lima aksara buntu

Retisalya

Pagi