Berkeping
Bagai tertelan bumi
Bagai tertimpa reruntuhan.
Ku pikir ini hanya mimpi
Nyatanya, benar.
Tak ada lagi bola mata di pagi hari yang bisa ku telusuri
Pagi yang menyapa tanpa mentari,
Malam yang menghantar tanpa bintang.
Hanya ada aku dan lampu kamar,
saling memandang
dengan telanjang.
Aku yang masih berkabut
Tergenang bersama hujan
Meluap bersama malam
Ingin ku teriakan,
Aku membenci termometer waktu itu!
Membawa pada reruntuhan jiwa,
yang tak bisa aku bendung.
Runtuh,
porak-poranda.
Bersama sisa puing-puing ingatan,
aku menghujam jiwaku
melebur
tak terbendung.
Bagai tertimpa reruntuhan.
Ku pikir ini hanya mimpi
Nyatanya, benar.
Tak ada lagi bola mata di pagi hari yang bisa ku telusuri
Pagi yang menyapa tanpa mentari,
Malam yang menghantar tanpa bintang.
Hanya ada aku dan lampu kamar,
saling memandang
dengan telanjang.
Aku yang masih berkabut
Tergenang bersama hujan
Meluap bersama malam
Ingin ku teriakan,
Aku membenci termometer waktu itu!
Membawa pada reruntuhan jiwa,
yang tak bisa aku bendung.
Runtuh,
porak-poranda.
Bersama sisa puing-puing ingatan,
aku menghujam jiwaku
melebur
tak terbendung.
-FNA-
Komentar
Posting Komentar